as

Sabtu, 09 Maret 2013

Gapai Harapan Dengan Keindahan Berdoa Disc 2 - part 4


Tanggung Jawab Orang Berilmu

Imam Ghozali dalam muqoddimah kitab bidayatulhidayah memberikan kepada kita bimbingan dan tuntunan disaat kita berada di sebuah majlis untuk menuntut ilmu. Tuntunan tersebut adalah tatakrama lahir sekaligus batin seorang penuntut ilmu. Sengaja oleh Imam Ghozali diletakkan di muqoddimah karena melihat pentingnya sebuah tuntunan untuk mudah sampai ketempat tujuan.

Imam Ghozali memulai dengan pemacu agar semua dari kita bersemangat untuk menuntut ilmu Allah SWT. Beliau hadirkan ayat dan hadits keutamaan  majlis ilmu dan para penuntut ilmu. Ternyata Imam Ghozali tidak hanya sampai di situ, tidak puas jika sudah bisa menyuruh orang menuntut ilmu akan tetapi beliau juga terlah memberi wejangan yang berupa peringatan akan adanya jurang yang amat berbahaya yang telah terjerumus didalamnya orang orang yang berilmu.

Beliau mula-mula menghadirkan hakekat niat yang menghantarkan seseorang untuk  menuntut ilmu. Niat adalah  makna yang tersembunyi di kalbu seseorang dibalik sebuah aktivitas dhohir. Itulah kuwalitas sebuah pekerjaan dan disitulah letak penilaian Allah SWT akan sebuah kerja keras seorang hamba.Jika kita berbicara tentang sebuah proyek maka menuntut ilmu adalah proyek yang amat besar. Maka dalam beraktivitas menuntut imu amat perlu untuk membenahi niat agar proyek tersebut ada makna dan nilainya di hadapan Allah SWT. Dan begitu sebaliknya jika didalam menuntut ilmu telah salah berniat maka mala petaka yang di dapat adalah paling besarnya malapetaka. Tidak semua yang berilmu akan selamat, semua tergantung bagaimana menata hati dan memperjelas maksud dalam menuntut ilmu.

Imam Ghozali mengingatkan kita, didalam menutut ilmu jangan hanya terpaku kepada firman dan hadits pembangkit jiwa penuntut ilmu. Akan tetapi hal yang tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah memperhatikan ancaman Rasulullah SAW terhadap para  pengemban ilmu. Suatu ketika Rasulullah pernah bercerita tentang orang berilmu yang menggunting bibir mereka dengan gunting dari api neraka. Dalam kesempatan yang berbeda Rasulullah juga pernah menyebut seorang yang berputar-putar di neraka dengan usus berbau  berceceran yang sungguh membuat ahli neraka merasa tambah tersiksa.

Disebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah paraulama dan juru dakwah. Jika diamati sebab-sebabnya adalah karena mereka telah salah berniat dalam menuntut ilmu. Sehingga ilmu yang diperoleh bukan untuk kesalamatan dirinya di akhirat akan tetapi hanya untuk mendapatkan keuntungan didunia. Dan kisah-kisah tersebut disebutkan oleh Rasulullah karena memang hal itu akan terjadi,  adanya ustad tidak pantas menjadi ustad dan kiai yang tidak pantas menjadi kiai.Orang-orang yang ilmunya hanya  dilidah dan baju saja, tidak ada ilmu yang subur dihatinya. Syetan amat pandai menggoda, mengumandangkan keutamaan para penuntut ilmu dan melalaikan akan tanggung jawabnya sebagi pengemban ilmu.

Tujuan syetan agar seorang penuntut ilmu menjadi penuntut ilmu yang bersemangat mendapatkan ilmu akan tetapi terjerumus dengan ilmunya. Menyadari pentingnya ilmu adalah penghantar keseriusan kita didalam menuntut dan menyadari betapa besar tangngung jawabnya orang berilmu adalah yang menjadikan seseorang akan mudah mengamalkan ilmunya. Dari sinilah akan muncul satu kerjasama yang baik antara guru dengan murid. Guru yang amat serius dalam memberi suri tauladan kepada murid dan muridyang amat patuh, tawadhu' dan mendengar sang guru yang memang layak untuk dipatuhi dan di dengar. Dari sinilah akan hadir guru-guru yang sesungguhnya yang sungguh pantas mendapatkan gelar guru. Dan hanya guru yang sesungguhnyalah yang pantas didatangi murid.Wallahu a'lam bishshowab.
 

HARAGA SEHEMBUS NAFAS

Jangan rela jika hari demi hari berlalu tanpa ada keinsyafan untuk mengoreksi diri kita. Kebaikan apa yang telah bertambah pada diri kita di hari kemarin, diminggu kemarin. Jika hari berlalu dengan sia–sia tanpa ada nilai yang bertambah, tanpa adanya  kerinduan kita kepada Allah SWT. Jika usia yang diberikan Allah SWT tidak kita manfaatkan sebagai kesempatan mendapatkan derajat kemuliaan dihadapan Allah SWT. Lalu apa yang kita pahami dari harga diri dan kemuliaan? Apakah selama ini kita mengira bahwa kemuliaan adalah mahalnya menu makan dan minum, atau bagusnya model baju dan tempat tinggal? Apa yang kita perjuangkan saat ini dan di hari–hari yang lalu? Apakah kita hanya memperjuangkan pangkat dihadapan manusia yang sebentar lagi berlalu? Apakah kita rela terjatuh dari mengabdikan hidup untuk Allah yang Maha Suci dan Abadi, menjadi mengabdikan diri untuk hawa nafsu yang rendah dan menjerumuskan?
Mari kita sadari bahwa nafas yang kita hembuskan adalah tanda kemurahan Allah SWT pada kita, hari-hari yang kita lalui adalah sebagian dari nikmat Allah yang tak terhingga nilainya. Apakah  kita pernah  berfikir jika berada pada  hembusan nafas yang terakhir, harta kita sebanyak apapun tidak bisa kita tukar dengan sekali hembusan nafas lagi. Apakah kita pernah merenung jika setelah hari terakhir dalam hidup kita di dunia ini. Pangkat di dunia setinggi apapun tidak bisa untuk menambahkan satu hari untuk menyambung kehidupan kita. Dan disaat itu setelah nafas terakhir kita hembuskan tidak ada  yang berguna bagi kita, kecuali ketulusan kita dengan Allah SWT saat kita masih bernafas..
Ada juga diantara kita yang menjadikan waktu tidak berguna dihadapan Allah, yaitu disaat kita kotori nikmat waktu itu, kita kotori dengan dosa-dosa. Dan alangkah mengerikanya jika ternyata nafas terakhir kita hembuskan, sementara Allah belum mengampuni dosa-dosa kita.
Wallahu a'lam bishshowab.

Waspadai Penggunjing

Saat Imam Hasan Al-Basri memberikan wejangan kepada para santrinya. Tiba-tiba ada salah satu orang yang hadir mengangkat tangan dan berkata, "wahai Imam, kami ingin menyampaikan satu hal jika diperkenankan". Dijawab oleh Imam Hasan Basri "silakan !"
Kemudian orang tersebut bercerita "wahai Imam, aku sangat mengagumi majlismu, sungguh ini adalah majlis yang sangat berwibawa dan penuh kesejukan. Akan tetapi kenapa ada ditempat jauh disana ada seorang guru yang selalu menyebut Imam Hasan Al-Basri dengan sebutan yang tidak pantas dan menjelek-jelekkan Imam Hasan Al-Basri."
Sebelum orang tersebut selesai berbicara Imam Hasan Basri telah memotong pembicaraanya dan berkata, "hentikan wahai tamuku pembicaraanmu! sekarang dengarlah omonganku! Orang yang engkau sebut itu aku sangat mengenalnya, karna dia adalah salah satu sahabatku. Adapun yang kau sampaikan kepadaku bahwa dia selalu membicarakan kejelekanku maka ketauilah!jika engkau berbohong dengan omonganmu itu maka engkau harus di cambuk, sebab engkau telah berdusta"
Seketika orang tersebut menyambut dan berkata. "wahai Imam, sungguh aku tidak bedusta karena aku mendengarnya langsung." Kemudian Imam Hasan Basri melanjutkan pembicaraanya, "dan jika apa yang engkau sampaikan itu adalah benar maka engkau juga harus di cambuk karena engkau telah menggunjing dan mengadu-domba antara aku dengan temanku itu, kira-kira kamu pilih yang mana?"
Mendengar ungkapan Imam Hasan Al-Basri ini orang tersebut merasa malu dan akhirnya permisi dan bergegas meninggalkan majlisnya Imam Hasan Basri.
Sebuah kecerdasan hati memancar dari diri sang imam. Hati yang tanggap terhadap penyakit yang dihembuskan oleh otak-otak kotor dan hati-hati yang tidak terdidik. Menyebut kejelekan orang lain adalah antara menggunjing dan berdusta. Jika benar yang di bicarakan itulah hakekat menggunjing dan jika tidak benar itulah berdusta.
Dan zaman kita bukanlah zaman yang lebih baik dari zamanya Imam Hasan Al-Basri. Artinya, kita di tuntut untuk lebih ketat dalam menjaga hati kita agar tidak terjangkit penyakit kebencian kepada sesama yang di hembuskan bersama gunjingan yang kita dengar. Kita harus pandai menghentikan usaha orang-orang terlena dalam menghancurkan keindahan kita dalam bermasyarakat.
Sungguh menggunjing adalah adalah pekerjaan yang membawa dosa yang amat besar. Jika kita tahu betapa besar dosanya berzina dan betapa busuk dan menjijikkanya ia. Akan tetapi sungguh kebusukan dan kekejian zina masih terkalahkan oleh menggunjing. Orang tidak berzina kecuali di tempat tertentu. Akan tetapi yang namanya menggunjing, sungguh medanya teramat luas. Kerlingan mata dan batuk yang dibuat-buatpun bisa mengandung makna gunjingan. Bahkan seorang yang lagi duduk di tengah mesjid atau seorang ustad yang lagi berceramah diatas mimbarpun bisa menggunjing.
Orang sering terlena dengan menggunjing. Terbawa dalam sebuah perbincangan yang panjang lebar tiba-tiba tanpa disadari ia telah berada di tengah tengah lautan gunjingan. Bahkan ada yang menggunjing sudah mendarah-daging didalam dirinya hingga ia tidak sadar jika setiap gerak dan ucapanya selalu memberi arti gunjingan.
Yang selamat adalah yang waspada, Imam Hasab Al-Basri adalah suri tauladan kita. Cermati semua orang yang berbicara dengan Anda. Jika yang di bicarakan adalah kejelekan sahabat Anda atau yang lainya. Maka ketauhilah itu adalah gunjingan. Dan sadarilah bahwa di balik pembicraan itu adalah racun yang ditabur di hati Anda. Tanpa Anda sadari setelah itu Anda akan berprasangka buruk kepada orang yang Anda dengar ceritanya. Dan bisa jadi yang semula Anda hanya menjadi pendengar di suatu saat Anda telah berubah menjadi penggunjing. Semoga Allah menjauhkan kita dari digunjing dan menggunjing.
Wallahu a'lam bishshowab.